Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Mengenal Beulangong, Alat Memasak Sayur Tradisional Aceh

Beulangong dalam bahasa Indonesia disebut dengan nama "belanga". sedangkan dalam masyarakat gayo disebut belanga, lalu masyarakat Aneuk Jamee disebut balango. 

Beulangong memiliki bentuk bundar dengan mulut besar atau dengan kata lain antara bagian bawah dan atas memiliki besar yang sama. Ukuran Beulangong berbeda-beda dari segi ukuran, dari ukuran yang paling kecil hingga ukuran yang besar. Dari yang berukuran dengan isi 1 kaleng susu sampai 10 kaleng susu.

Sumber Gambar Ilustrasi dari ferhatologi.com

Beulangong terbuat dari tanah liat dengan menggunakan teknik putar di atas mal yang dipergunakan sebagai acuan. Lalu setelah kering, kemudian dibakar, baru kemudian siap untuk dipakai. Beulangong digunakan sebagai tempat memasak sayur atau menggulai ikan dan daging.

Untuk memperoleh Beulangong cara sama seperti Kanet, dapat diperoleh dengan cara membeli di pasar-pasar, kadang ada juga yang dijajakan ke kampung-kampung. 

Dahulunya alat ini selain bisa membeli dengan uang, ternyata bisa pula diperoleh dengan sistim barter (tukar barang dengan barang) seperti dengan memberikan padi, beras, asam sunti (asam belimbing) dan lain-lain.

Hal-hal yang berhubungan dengan cara pemakaian, pembersihan, penyimpanan dan memperbaikinya serta unsur-unsur yang berkenaan dengan blangong ini sama dengan yang telah dijelaskan pada kanet yaitu Sehabis dipakai, lalu dibersihkan dengan air pada bagian dalam sedangkan bagian luar jika perlu digosok maka dengan sabut kelapa. Bila dibagian dalam terdapat kerak, tentu saja harus direndam lebih dahulu agar kerak tersebut menjadi lunak baru kemudian dibersihkan.

Adapun seiring perkembangan zaman, beulangong memiliki 2 model dari perkembangannya yaitu sebagai berikut :

1. Beulangong Sudu

Beulangong sudu secara umum dapat disamakan dengan pengertian wajan  atau penggorengan, yang terdapat di dalam kamus Bahasa Indonesia.

Bentuk dari Beulangong sudu atau wajan saat ini ada dua macam yaitu ada yang berbentuk wajan yang dibuat dari besi atau dari alumanium dengan menggunakan dua buah telinga kiri dan kanan yang berfungsi sebagai tempat pegangannya. Selain itu, ada yang bentuknya mempunyai sebuah tangkai yang juga berfungsi sebagai pegangan.

Bahan baku yang dipergunakan untuk membuat Beulangong sudu yaitu menggunakan tanah liat dengan teknik putar diatas mal.

Dengan perkembangan zaman ini, penggunaan Beulangong sudu di dapur-dapur tradisional aceh sudah mulai tidak digunakan lagi atau sudah mulai ditinggalkan, sudah mulai digeser dengan wajan-wajan yang dibuat dari besi atau alumanium.

Beulangong sudu mempunyai fungsi lain, yaitu untuk tempat menggoreng makanan lainnya seperti berbagai jenis kue.

Beulangong sudu dahulunya dapat diperoleh dengan cara membeli, atau menukar dengan barang lain. 

Untuk penggunaannya yaitu Beulangong sudu atau Wajan diletakkan di atas tungku yang sudah dihidupkan apinya, kemudian wajan diisi dengan minyak makan, jika minyak tersebut telah panas barulah siap untuk menggoreng ikan atau daging.

Ketika sudah selesai dipakai, minyak makan yang masih bersisa dituang ke dalam satu tempat yang biasanya dipakai sebagai tempat itu berupa botol atau kaleng susu. 

2. Beulangong Beuso

Sumber Gambar Ilustrasi dari steemit.com

Beulangong beuso, pada masyarakat gayo disebut belanga besi. Beulangong beuso yang dimaksudkan di sini adalah kuali yang dibuat dari besi atau dari alumanium dengan menggunakan dua buah telinga kiri dan kanan yang berfungsi sebagai tempat pegangannya.

Menurut informasi yang berhasil dikumpulkan, pada waktu ke waktu sebelum masyarakat mengenal beulangong beuse, dalam kegiatan memasak, mereka menggunakan beulangong tanoh yang berukuran besar. Blangong beuso dipergunakan sebagai wadah untuk memasak gulai kambing atau gulai lainnya.

Dahulunya Kuali atau Beulangong beuso dapat diperoleh hanya dengan membeli di pasar-pasar dan jarang yang memiliki secara pribadi. kuali ini biasanya dibeli secara kolektif oleh masyarakat yang mendiami pada tiap-tiap perkampungan atau desa, sehingga setiap desa memiliki 2 sampai 3 buah kuali. 

Jika penyelenggaraan pesta besar yang membutuhkan kuali yang banyak, melalui perantaraan kepala desa, tetangga dapat meminjamnya tanpa harus menyewanya, untuk menunjukkan suasana persaudaraan dan persahabatan antara sesama desa.

Jika nanti gulainya telah masak, maka kepala desa akan menghantarkan sedikit gulai tersebut kepada kepala desa yang meminjamkannya dan setiap kepala desa tidak boleh menolak pemberiannya.

Di balik itu, ada semacam perjanjian juga yang walaupun tidak pemah dibicarakan pada saat dilakukan pinjam meminjam, tetapi telah menjadi tradisi jika alat tersebut rusak akan diganti dengan yang lain.

Wajan yang rusak ini tidak dibebankan kepada orang yang menyelenggarakan pesta, namun ditanggung bersama oleh warga masyarakat desa tersebut. Jadi alat-alat yang dipinjam pada desa lain menjadi tanggung jawab bersama, oleh karena itu harus dipelihara sebaik-baiknya seperti kepunyaannya sendiri, hal ini terjadi karena yang menyelenggarakan pesta, telah menyerahkan pelaksanaan pesta tersebut kepada kepala desa dan tetua-tetua di kampung itu. Dengan begitu maka pesta itu menjadi tanggung jawab kepala desa dengan segenap warga desanya.

Sumber : Buku Dapur Dan Alat Memasak Tradisional Provinsi Aceh milik Depdikbud

Post a Comment for "Mengenal Beulangong, Alat Memasak Sayur Tradisional Aceh"